Rabu, 13 Agustus 2014

Mudik (Part 3)

'Family Members'
 
I am a cat person. Saya punya tujuh kucing di rumah. Tiga dewasa, satu agak-agak remaja labil, tiga bocah. Yang dewasa, jantan satu betina dua. Yang remaja labil jantan. Yang bocah jantan satu betina dua. Yang jantan dewasa ini kucing Persia. Big boss of all feline in the house. Beliau inilah yang membuntingi(?) salah satu kucing betina di rumah sehingga menghasilkan tiga kucing bocah. Si kucing betina yang ini kucing kampung yang ditemukan adek saya dua tahun silam di selokan. Sekarang udah jadi ibu. Time flies, fast.
 
Kucing betina yang satu lagi, kucing Himalaya. Konon hasil persilangan kucing Persia dan kucing siam, menghasilkan kucing cantik berbulu panjang cem kucing Persia, tapi warnanya ikut warna kucing Siam, yang mukanya item. Kucing Himalaya yang ini kucing pertama saya. Cantik, pake banget. Kadang-kadang dia suka mampir ke kamar saya. Saya lagi tiduran main hape atau laptop atau baca komik, terus dia ambil pose sphinx di kasur, sebelah saya, ngeliatin.
 
Kesayangan
 
Atas-bawah: remaja labil, kucing betina kampung, kucing-kucing  bocah
 
Si kucing remaja, dia ini anaknya si kucing Himalaya. Kawin sama kucing kampung di komplek. Warna ikut bapaknya, bulu ikut ibunya. Waktu itu si kucing Himalaya melahirkan delapan anak sekaligus. Pada dikasih-kasihin ke sodara, disisain satu buat di rumah, ya si remaja labil ini. Mungkin karena kesepian nggak punya teman dan kurang kasih sayang orangtua di masa kecil, akhirnya dia sekarang suka nempel ke kucing betina kampung, bahkan suka main bareng kucing-kucing bocah.
 
Kucing-kucing bocah jadi bintang panggung utama. Lagi lucu-lucunya. Udah cukup gede tapi masih terus-terusan dimanja: ibunya masih mau nyusuin. Tiap dibebasin main di ruang tengah, langsung kejar-kejaran nggak karuan, manjat gorden dan teralis, nyakar-nyakar sofa, main smackdown, dan sebagainya. Kalo udah mulai capek, cari-cari ibunya, nyusu. Atau langsung tepar di sofa atau di lantai, tidur dengan pose-pose adorable.
 
Saya nggak inget gimana suasana rumah saya sebelum punya kucing. Yang jelas semenjak punya kucing, kok rasanya indeks kebahagiaan saya meningkat. Bahkan sekedar melihat kucing-kucing berserakan di lantai pas pulang ke rumah, langsung bikin ceria. Long live my cats! Sehat-sehat ya semuanya! Jangan suka main jauh-jauh dari rumah ya! *cium jauh
 
***
 
Houseworks
 
Kembali ke rumah, berarti kembali ke rutinitas membabu. Langganan saya: dapur dan cucian. Untuk cucian, thanks to teknologi bernama mesin cuci, saya nggak perlu repot ngucekin baju satu-satu. Tinggal masukin mesin cuci, tuangin sabun, nyalain, tungguin sampe kelar. Kecuali baju seragam putih yang mesti dikucek ekstra bagian kerahnya. Cucian kelar, kemudian dijemur. Rumah saya menganut sistem jemur baju indoor, jadi nggak perlu repot ngangkatin jemuran kalau tiba-tiba turun hujan. Last but not least.. setrika. Ini yang paling malesin, sumuk. Dan makan waktu. Ibu saya masang kipas angin di meja setrika untuk mengatasi problem sumuk ini. Cukup membantu.
 
Lantai dua: setrikaan world (plus dekorasi favorit babeh, reptil!)
 
Selain urusan cucian, saya membabu di urusan dapur juga. Salah satu yang saya rindukan ketika jauh dari rumah adalah dapur. Saya bukan jagoan masak, sama sekali bukan. Tapi saya suka berada di dapur. Saya enjoy masak-masakan. Mulai dari sekedar bikin indomie goreng (mie instan terenak di dunia tiada tanding tiada banding tiada duanya), sampai uji coba resep njelimet dari internet. Saya cukup expert di divisi gorengan. Saya nggak pernah takut kecipratan minyak panas. Saya bisa memperkirakan kapan gorengan harus diangkat dengan melihat warna dan tekstur luar benda yang digoreng. Senjata andalan saya, terutama untuk cumi, udang, dan tahu, adalah tepung goreng sajiku. Bisa dibeli di Griya terdekat. *promosi
 
Masih terkait dengan dapur, kebetulan lebaran lalu kami sekeluarga tidak mudik. Sesuai dengan pengalaman kami selama ini ketika Idul Adha, biasanya selepas sholat Ied tidak ada rumah makan ataupun restoran, atau bahkan warung yang buka. Akhirnya saya bilang "Bu, taun ini kita masak aja." Jadilah, untuk pertama kalinya saya dan ibu masak untuk lebaran. H-1 lebaran, keliling daerah Metro dan Margahayu, mau beli ayam, kentang, hati, dan bumbu-bumbunya. Yang menarik adalah, kami nggak bisa nemu bumbu opor! Kami sudah jelajahi hampir setiap supermarket besar dan kecil, minimarket, warung, dan tetap tidak ada hasilnya! Sold out. Namun ketika kami sudah hampir menyerah dan pulang, ternyata malah di minimarket terdekat dari rumah saya nemu bumbu opor! Itupun setelah mencari-cari di tumpukan, memilah-milah satu persatu. Pure luck.
 
Berhasil akhirnya kami bikin santapan lebaran: opor sayap, sambel goreng ati dan kentang, dan dendeng balado. Plus karak impor langsung dari Solo. Rasanya gimana? Divine, guys. Divine.
 
*** 
 


Tidak ada komentar: