Kamis, 27 Juni 2013

Petualangan Berkendaraan Umum di Jakarta (Part 3)

Kalau ditanya, transportasi apa yang paling nyaman sekaligus ekonomis di ibukota? Mungkin saya bakal jawab: busway! 
http://infojkt.com/wp-content/uploads/Bus-Transjakarta3.jpg
Busway a.k.a TransJakarta
Oke saya tahu istilah 'busway' di sini salah kaprah, karena 'busway' itu sendiri artinya jalan untuk bus, jalanannya, bukan busnya. Tapi semua pasti setuju kalau sebutan 'busway' lebih ringkas daripada TransJakarta, dan toh ketika saya bilang 'busway', anda pasti tahu yang saya maksud adalah bus TransJakarta, jadi ya sudah. :3

Sebelum membahas busway, saya mau intermezzo sedikit nih, tentang.. jembatan penyeberangan. 

Rabu, 26 Juni 2013

Petualangan Berkendaraan Umum di Jakarta (Part 2)

Jadi apa asiknya berkendaraan umum di Jakarta, Ul?

Halah to the point bener nanyanya. Sebelum memutuskan asik atau tidaknya berkendaraan umum di Jakarta, mari sejenak berkenalan dengan kendaraan-kendaraan umum yang pernah saya jamah(?).

Kopaja dan Metromini

Kopaja merupakan singkatan dari Koperasi Angkutan Jakarta (hayooo siapa yang baru tau? Ngaku!). Kendaraan umum yang satu ini berupa bus kecil berwarna putih dengan aksen hijau tua. Kebanyakan kopaja yang saya temui sudah dalam kondisi tidak sehat, kursi karatan, interior menyedihkan, dan yang lebih menyedihkan lagi adalah kondisi kejiwaan para penumpangnya yang disebabkan oleh waswas yang berlebihan lantaran teknik mengemudi sopir kopaja yang menantang maut. True story.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjG6CbAbdNhzqatTlW5-4l2CRiZeTwgOrn9wIkrxQUcKy-rtDHR5hN6eyQ7QCFnDlSdRV4rjrXExW6QM3lgegN3CJO_1VQvP9K8KTjWqJndpW1Ve5O2tVy1SjOtoY3vntCaZ4KHEW6E9J0/s400/kopaja.jpg
Kopaja
Saudaranya, metromini (bukan, bukan singkatan kok), persis sama secara bentuk kendaraan, hanya saja warnanya oranye menyala, dengan sedikit aksen biru. Kondisi fisik maupun dampak kengebutannya terhadap jiwa penumpang juga sama saja memprihatinkan. Walaupun memang akhir-akhir ini di SCBD dan sekitarnya saya perhatikan mulai banyak terlihat metromini dan kopaja yang diremajakan, agak-agak lebih kinclong gitu tampilannya.

Petualangan Berkendaraan Umum di Jakarta (Part 1)

Kalau dihitung-hitung saya sudah hampir 7 bulan penuh berpuasa tinggal di ibukota. Walau, yah, nggak benar-benar penuh karena hampir tiap weekend pulang ke Bandung. Selama sekian bulan ini saya sudah merasakan berkantor di berbagai lokasi, mulai dari yang tinggal jalan kaki dari kosan (SCBD), sampai dengan yang harus ganti angkutan di terminal. Oke mari di-list dari yang paling dulu sampai yang paling sekarang: 

The Energy, SCBD. 
http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/medium/74886410.jpg
The Energy Building
 Waktu berkantor di situ, saya cuma jalan kaki dari kosan. Durasi sekitar 15 menit. Medan yang ditempuh cukup mudah, berhubung mayoritas lewat trotoar dan jalanan yang mulus, tidak merusak flatshoes, senangnyaa. :3 

Rabu, 19 Juni 2013

Ke Cie Rasa Loom (Tapi Nggak Pake Ke-Gep)

Dulu saya pernah punya pengalaman unik, yah, nggak unik-unik amat sih, tapi memorable, dengan Cie Rasa Loom. Rumah makan ini bertempat di Jalan Buah Batu, udah di ujung, hampir menyentuh Pelajar Pejuang. Terdiri dari dua lantai, tempat ini bisa menampung cukup banyak pengunjung.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIoJecM7U2CQQFaJH4IT05Vu_Q7FV4EFcFzNxVgWe9yt-eVfa780AE128R3QfEUBt9E-fF4VbMEo3N3rI5pL8i5AOL2sHOKs6ZAXQG5QqmZDF8SiAYCBUIWuDp5hZPXy01b7V6-HMxORA/s1600/IMG06915-20101028-1224.jpg
Cie Rasa Loom Buah Batu
Gimana cerita pengalaman memorable nya? Jadi intinya dulu saya awal-awal dekat dengan si rekan (yes, this is THE rekan which I often mention in this blog), kami pernah makan bareng di Cie Rasa Loom ini. Tapi out of nowhere tiba-tiba segerombolan teman sejurusan yang baru pulang belanja baju buat sidang TA, di antara berjuta tempat makan lain di kota Bandung memilih untuk makan di Cie Rasa Loom juga. Ke-gep deh akhirnya. Masih kebayang tampang-tampang bahagia mereka semua memergoki pasangan tertangkap basah. Hahaha.

Rawon Nguling Jalan Cikajang

Demi hidup sehat, saya selalu punya stok buah di kosan. Karenanya, kira-kira seminggu sekali saya selalu ke Total Buah Segar di Wolter Monginsidi untuk refill stok. Yang paling rajin saya beli adalah.. Jeruk! Oh yes I am a huge fan of oranges. Seringnya saya beli jeruk Ponkam yang sekilonya 25an ribu. Atau kalo stok Ponkam kosong belinya jeruk Medan yang lebih mahalan dikit, 30an lebih lah. Sering juga beli pir potongan. Atau beli flan pudding, yang rasa mangga nya maknyus sekali. 

Total ini posisinya di pojokan, pertigaan Jalan Wolter Monginsidi dan Jalan Cikajang. Nah. Jalan Cikajang ini, sodara-sodara, ternyata menyimpan pusaka(?) kuliner yang nggak bisa disepelekan. Suatu hari saya pulang dari Total lewat Cikajang dan baru menyadari hal itu. Di kanan kiri jalan berderet tempat-tempat makan beraneka ragam. Setelah beberapa kali hanya lewat, akhirnya minggu lalu saya (dan rekan) memutuskan untuk take a small step toward menyingkap pusaka kuliner Cikajang. And it is started with.. Rawon Nguling.

http://mw2.google.com/mw-panoramio/photos/medium/49697601.jpg
Rawon Nguling, tampak depan
Gambar di atas merupakan hasil gugling. Saya ke Rawon Nguling nya malem-malem. :3

Selasa, 18 Juni 2013

Makan Gratisan di Urban Kitchen Pacific Place

Minggu lalu babeh saya menelepon, mengajak makan malam bareng. Tumben. Makan dimana, katanya. Terserah, kata saya. Ketika mengatakan 'terserah' itu saya secara langsung membawa kami ke dalam pilihan yang terlalu banyak karena walaupun sudah dipersempit dengan frase 'yang penting dekat-dekat kosan saja' tetap menghasilkan banyak opsi. Yak. Selamat datang di bilangan SCBD dan sekitarnya; surga kuliner Jakarta Selatan. Bagaimana tidak? Di tengah areal gedung perkantoran yang menjulang, bertaburan restoran-restoran, rumah makan, warung, tumpah. Ruah. Jalan Wolter Monginsidi dan sayap-sayapnya, Senopati, Senayan..

Pernah lihat di suatu acara teve sekaligus pernah baca di suatu bacaan yang entah apa: terlalu banyak pilihan malah bikin nggak hepi. Waduh. Daripada jadi nggak hepi mau pilih makan di mana, akhirnya pilihan jatuh ke lokasi yang benar-benar dekat dengan kosan: Mall Pacific Place (PP).
http://photosfromtheroad.files.wordpress.com/2010/10/pacific-place-jakarta1.jpg
Mall elit tidak merakyat tanpa parkiran motor
PP ini tidak bisa dibilang selemparan batu dari kosan, karena sekuat-kuatnya saya melempar batu dari kosan, boro-boro sampai PP, paling-paling hanya kena pos hansip depan mesjid. Tapi memang PP ini mall terdekat dari kosan saya, hanya 5 menit jika ditempuh dengan berjalan kaki. Kenapa memilih mall? Karena setiap mall pasti punya food court yang biasanya merupakan tujuan akhir bagi kaum yang kesulitan menjawab pertanyaan 'mau makan dimana'. Di food court, orang bisa duduk dulu, memandang sekeliling, atau berjalan melihat-lihat, sebelum kemudian memilih makanan yang menarik. Tak perlu terbatasi oleh menu-menu bertema tertentu yang bakal kita temui jika makan di restoran betulan.

Jumat, 07 Juni 2013

Don't Judge My Path, If You Haven't Walked My Journey

Saya sering tidak habis pikir.

Orang yang kerja di swasta: "Kok orang mau-maunya ya kerja di BUMN, banyak gabutnya, nggak bisa memaksimalkan kompetensi yang dimiliki sesuai bidangnya, senioritas kental sekali pula, mau naik jabatan ribet mesti punya backingan ini backingan itu. Emang iya sih tunjangan banyak, tapi mana betah.."

Sementara orang BUMN: "Ngapain juga ya orang-orang pada betah kerja di swasta, enakan juga kayak gw hidup terjamin, anak istri tunjangan tercover, nggak perlu kerja rodi lembur tiap hari juga, sip enak banget pokoknya.."

Kasus lain, ibu rumahtangga: "Aduh ngapain juga sih cewe-cewe masih ngebet banget kerja, jadi wanita karir, padahal kan mesti ninggalin keluarga, anak-anak diurus pembantu, suami gak keurus, belum lagi kalo karirnya lebih tinggi dari suami, bisa jadi bahan cekcok kan.. Wanita itu ya lebih baik banyak di rumah, cari nafkah itu bagian suami.."

Sementara, wanita karir: "Kasihan sekali ya perempuan yang cuma bisa di rumah aja, nggak kerja, mereka jadi kayak terkungkung dengan rutinitas, kerjaan cuma ngurus rumah, ngurus anak, padahal sebenernya mereka juga punya potensi lain yang bisa dimaksimalkan seandainya dikasih kesempatan bekerja, ini era emansipasi gitu loh.."

Tentang Bubur, Part 2: Bubur Hati dan Bayam

Anda punya makanan favorit? Pasti lah ya. Dan pastinya saya juga! Selain bakso, siomay, pempek, konro, pecel lele, cheesecake, durian, dan beberapa makanan super lezat lainnya, saya punya satu makanan favorit yang agak nyeleneh: bubur hati dan bayam.

Pernah dengar atau pernah ngerasain makanan yang barusan disebut? Hehe. Saya ingat dengan jelas waktu kecil, bahkan sejak bayi, ibu saya sering membuatkan bubur semacam itu. Bahan-bahan nya sederhana, beras, hati sapi, bayam, kaldu, daun salam, mentega. Kalau yang saya lihat dari sebuah resep di internet, ada tambahan tempe juga, tapi ibu saya dulu menambahkan wortel alih-alih tempe.

Cara membuatnya sederhana juga, namanya juga bubur ya begitu-begitu aja masaknya. Masak beras dan kaldu plus daun salam, ditambah hati mateng dan bayam dan wortel yang sudah dihaluskan (misalnya diblender). Bubur yang sudah jadi kira-kira penampakannya seperti ini:
Unyu kan, mangkok dan sendok nya khusus buat bayi

Rabu, 05 Juni 2013

Tentang Bubur, Part 1: Bubur Ayam

Jadi ceritanya pagi tadi saya beli sarapan bubur ayam di kantin kantor, seperti biasa. Tapi hokinya, saya adalah pembeli terakhir, yang mendapatkan seporsi terakhir bubur. Kenapa hoki? Karena porsi terakhir itu berarti sekalian penghabisan, jadi saya dapat porsi jumbo. Asiknya lagi, saya dapat tambahan ati ampela gratis di samping dua tusuk sate ati ampela yang memang saya pesan! Jadi seakan-akan saya beli bubur jumbo dengan 3 tusuk sate ati ampela, tapi bayar hanya seharga bubur normal dengan 2 tusuk sate ati ampela. Ekonomis! Dan pastinya kenyang. 
Bubur jumbo ekstra ati ampela sebelum diaduk
Sesudah diaduk. Kayak mau tumpah saking penuhnya.
Bubur ayam di kantin kantor saya ini cukup enak. Penjualnya namanya Salim. Setiap pagi, sepertinya mulai dari jam 7 sampai buburnya habis (biasanya habis jam setengah 9 atau kalau super laris jam 8 juga sudah wassalam), Pak Salim ini punya spot sendiri di counter ujung kantin. Setiap ada yang mau beli bubur pasti ditanya dulu: